Apakah hidup itu cerita yang
terus bersambung? Seperti sebuah film yang konfliknya tak pernah berhenti,
sambung menyambung, dan tak usai-usai? Ataukah hidup itu perjalanan, dimana
jauh sebelum itu Tuhan telah menetapkan siapakah mereka yang akan tetap di
sisimu untuk sementara waktu dan siapa yang lebih dulu meninggalkanmu dengan
alasan apapun itu.
Melamun aku. Pertanyaan demi
pertanyaan melintas dalam benakku. Bagaimana kah perjalananku nanti. Akankah aku
bertemu orang-orang baik dan menjadi lebih baik atau sebaliknya. Pertanyaan-pertanyaan
sulit nan dramatis itu lalu lalang melintas dengan tidak sopannya di otakku. Iya
tidak sopan, karena entah dari mana mereka muncul. Tanpa permisi begitu saja
muncul. Entah dari mana.
Penerbangan kurang lebih tiga jam
dari Kendari – Makassar – Jakarta akhirnya terisi dengan lamunan-lamunan tak
jelas.
“Eka, perjalanan ke Inggris masih
lebih jauh, kamu harus tetap berpikir positif, kamu pasti bisa” hiburku dalam
hati.
Jujur saja, tak pernah terpikir
bahwa aku akan pergi jauh ke benua eropa untuk studi. Dua tahun perjuangan,
akhirnya terbalas. Susah payah berjuang mendapatkan beasiswa akhirnya
terbayarkan. Setelah peluh dan air mata bercampur. Setelah kerja keras dan doa
dipadukan. Setelah panjangnya penantian untuk bisa mengejar impian. Setelah terjebak
dengan sms singkat yang berakhir perjalanan panjang. Siapa yang menyangka.
*** Pertengahan
2015***
“Alhamdulillah, LULUS” status
facebook Si Kunyuk. Iseng membuka social media, tak menyangka status mencolok
itu yang terpampang di berandaku.
“Prettt…” kataku dalam hati. Apanya yang menungguku untuk kuliah S2 sama-sama. Nyatanya dia sudah daftar duluan. Sudah lulus di salah satu univeristas terbaik. Pamer pula di social media.
“Dasar… hhhhhh” kesal dalam hati. Senyum kecut di wajah. Itulah diriku yang selalu sejenis kesal-kesal kecil jika Si Kunyuk lebih baik dariku. Entah kenapa, sejak SMA selalu begitu. Padahal sempat jadi teman sebangku hampir setahun lamanya, padahal diriku pernah juara tiga dan dia juara empat, dan diriku juara satu dia juara dua, tapi selalu saja aku merasa dia sainganku, selalu merasa emosi ketika dia bisa lebih baik dari ku.
Yah tapi segera kuliah itu haknya. Untuk kebaikannya.
Dia memang harus berkuliah tahun ini. “tidak boleh iri Eka” tegurku pada diri
sendiri.
Brrr… brrr… tiba-tiba HPku
bergetar. Seseorang menelpon. Memalingkanku sejenak dari status facebook yang membuatku
sempat gagal fokus. Dengan setengah tak peduli, ku ambil hp yang sedang
bergetar itu.
Kaget dan bingung ketika sadar siapa yang menelpon. “Si Kunyuk memanggil”. Begitu tulisan di layar HPku.
“what?? Untuk apa dia telpon” pikirku. Sebuah kebetulan yang aneh. Aneh. Sungguh aneh.
“Lagi apa?” katanya membuka percakapan.
“Lagi online” jawabku singkat. “bagaimana pelajaran Bahasa Inggrismu?” sekenaku bertanya.
“Sudah lulus”. Jawabnya.
“Oh. Sukurlah” Jawabku kaku.
“Bukan lulus tes bahasa Inggris. Maksudku aku udah lulus di universitas tujuanku” jawabnya dengan nada bahagia yang tidak bisa dia sembunyikan.
“Wah selamat yah” jawabku tapi dalam hati “dasar kunyukkkkkk, mau pamer yahhhh… hhhhhh…”
“Iya donggg” jawabnya lagi, dengan suara senyum-senyum yang tetap kedengaran walaupun lewat telepon. Seolah-olah tahu apa yang aku ucapkan dalam hati
“Dasarrrrrrrr” ucapku dalam hati. Lagi.
"Tadi aku habis telepon bu guru SMA kita tentang kabar ini, habis itu aku langsung telepon kamu”
Hening. Sejenak. Tak tahu aku harus bilang apa. Di satu sisi bahagia, karena walaupun dengan ku tak pernah betul-betul akur denganku, senang rasanya bila seorang teman berbagi kebahagiaannya denganmu, Si Kunyuk akhirnya bisa mendapatkan impiannya untuk lanjut studi. Entah bagaimana dengan diriku nanti. Apakah Si Kunyuk akan berubah dan pertemanan kami akan berubah. Entahlah. Sejenis khawatir kehilangan teman baik tiba-tiba saja merayap di hatiku. Tunguuuu, teman baik? Oh bukan. Status kami adalah teman yang tak pernah akur. Itu status yang harus dijaga. Tiba-tiba saja aku tersenyum dan bilang
“Jadi kapan mulai kuliah? Tidak balik ke Kendari lagi?”
“Aku mulai kuliah bulan September tahun ini dan tidak balik ke Kendari. Kamu jangan nyariin aku yah. Jangan rindu sama aku yah”
“Whattttt? Ga bisa dibaikin ini anak” pekikku dalam hati.
“Hahaha…” tiba-tiba terdengar suaranya ketawa lepas. Pasti puaslah dia setelah mengejekku. Dasar. Teman sejenis musuh atau musuh sejenis teman. Dasar manusia anomaly. Tahulah aku dia sengaja untuk menelponku untuk dua alasan. Pamer dan menjajahku lagi. Dasar kunyuk.
***
Mengingat kenangan itu, senyum-senyum
diriku sambal menyusuri lorong bandara Soekarno-Hatta. Teman yang tak pernah
akur denganku tapi selalu membuatku benci-benci rindu. OMG, kayaknya aku
kelamaan di pesawat, makanya pikiranku ngawur.
Ku aktifkan hpku. pesan dari Si Kunyuk. ku tekan 12 digit nomor telepon. Memanggil.
“Pa, aku uda di Jakarta. Beberapa jam lagi penerbanganku ke Inggris”
“Iya nak, hati-hati yah”.
Bersambung…
Komentar
Posting Komentar